Berbicara mengenai rumpun sosio-humaniora, ada dua ilmu yang batas persamaan dan perbedaannya banyak tidak diketahui kebanyakan orang yaitu antropologi dan sosiologi. Padahal, kedua ilmu ini digunakan untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Tentu kepopuleran antropologi maupun sosiologi masih kalah tenar dibandingkan jurusan kedokteran, manajemen, teknik, psikologi, dan hukum. Ini merupakan suatu yang wajar melihat ilmu sosial banyak mengkaji sesuatu yang wujudnya imajiner dan dipresentasikan dalam bentuk tulisan ilmiah, dokumen kebijakan, video, foto, dan lain-lain. Untuk mengetahui batas kedua ilmu ini, perlu untuk melihat dasar-dasar ilmunya yang mencakup sejarah, pokok ilmiah, metode, dan tokohnya.
Sejarah
Hubungan sejarah antara sosiologi dan antropologi sebenarnya muncul dari kedua permulaan yang berbeda. Sosiologi berasal dari bahasa Latin, yaitu socius yang berarti kawan atau teman, dan logos yang berarti ilmu. Istilah ini pertama kali muncul dalam buku Cours De Philosophie Positive karya August Comte. Mulanya, sosiologi merupakan bagian dari ilmu filsafat (filsafat sosial) yang kemudian menjadi ilmu yang khusus dikembangkan bangsa Eropa yang memerlukan pengetahuan lebih mendalam tentang asas masyarakat maupun kebudayaannya sendiri. Objek penelitian awalnya di daerah perkotaan dengan adanya kompleksitas masyarakat. Hal ini sangat berbeda dengan antropologi. Jika sosiologi berangkat dari bangsa Eropa untuk mencari pengetahuan tentang masyarakat-kebudayannya, antropologi bermula dari keinginan bangsa Eropa untuk mempelajari kebudayaan liyan (the others) yaitu bangsa-bangsa di luar Eropa. Secara etimologi, antropologi berasal dari bahasa Yunani, anthropos berarti manusia, dan logos berarti ilmu. Objek penelitian awalnya di daerah perdesaaan. Jadi, secara simplenya sosiologi dalam sejarahnya dulu digunakan untuk mengembangkan pembangunan bangsa Eropa dengan “melihat ke dalam” masyarakatnya sendiri sedangkan antropologi mengembangkan pembangunan bangsa Eropa dengan “melihat di luar” masyarakatnya (–bahkan digunakan untuk penjajahan kolonialisasi).
Metode Ilmiah
Dalam metodenya, ada perbedaan antara antropologi dan sosiologi. Hal ini dikarenakan pengalaman tiap fase kedua ilmunya yang dipengaruhi oleh pemikiran tokoh serta objek penelitian. Antropologi menggunakan metode observasi-partisipatif dengan objek kajian manusia, fisik, dan kebudayaan. Melalui observasi ada tujuan untuk memahami suatu maksud lalu ditafsirkan dan diinterpretasi. Riset antropologi dilakukan dalam masyarakat yang spesifik-partikular sehingga tidak bisa digeneralisasi namun bisa untuk mencari adanya perbedaan dan persamaan. Metode penelitian yang bersifat intensif dan mendalam, contoh dalam melakukan wawancara ini dipengaruhi oleh pengalaman lebih lama antropologi dalam meneliti kebudayaan-kebudayaan suku bangsa dalam menghadapi keragaman (diversitas). Berbeda dengan sosiologi yang menggunakan paradigma positivistik (hubungan kausalitas) dalam metode ilmiahnya. Paradigma ini pertama kali diperkenalkan oleh Auguste Comte. Paradigma ini kemudian berkembang dan positivisme merupakan paradigma yang tidak bisa dipisahkan dengan empirisme. Hubungan kedua paradigma ini pertama kali diperkenalkan oleh Durkheim dengan konsep fakta sosialnya. Selain menggunakan paradigma tersebut, sosiologi juga menggunakan penerapan ilmu pasti untuk statistical calculations dalam menganalisis fenomena dan kehidupan sosial yang ada di masyarakat beserta relasi-relasi yang ada di dalamnya. Namun, secara khusus, sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi, bukan apa yang seharusnya terjadi. Hal ini membuat sosiologi bersifat general yang berfokus pada bentuk dan pola dalam masyarakat secara menyeluruh, bukan hanya berdasar satu peristiwa saja.
Tokoh-Tokoh dan Pemikirannya
Perkembangan ilmu pengetahuan selalu sejalan dengan munculnya tokoh-tokoh serta pemikirannya. Berikut beberapa tokoh-tokoh antropologi dan sosiologi serta pemikirannya:
Nomor* | Antropologi | Sosiologi |
1. | Edward Burnet Taylor (Evolusi Religi) | Auguste Comte (Positivisme/Filsafat Sosial) |
2. | Lewis Hendry Morgan (Evolusi Kebudayaan) | Emile Durkheim (Sosiologi Struktural) |
3. | Franz Uri Boaz (Partikulatif-Historis) | Karl Marx (Sosiologi Marxis) |
4. | Elliot Smith dan Perry (Difusi Kebudayan) | Herbert Spencer (Sosiologi Evolusioner) |
5. | Bronislaw Malinowski & Radcliffe-Brown (Teori Fungsionalisme-Struktural) | Max Weber (Sosiologi Weber) |
6. | Claude Levi-Strauss (Teori Strukturalisme) | Ferdinand Tonnies (Klasifikasi Sosial) |
7. | George Peter Murdock (Studi Perbandingan Kebudayaan) | Jurgen Habernas (Komunikasi Rasional) |
8. | Clifford Geertz & Victor Turner (Tafsir Kebudayaan) | George Herbert Mead (Tahap Sosialisasi) |
9. | Margaret Mead (Teori Kepribadian) | Ibnu Kholdun (Sosiologi Islam) |
10. | Ward Goodenough (Ethnoscience) | Selo Soemardjan (Bapak Sosiologi Indonesia) |
11. | Koentjaraningrat (Bapak Antropologi Indonesia) |
*urutan bukan berdasarkan tahun munculnya para tokoh dan pemikirannya.
Antropologi dan Sosiologi Masa Kini
Antropologi dan Sosiologi saat ini saling bersinggungan dalam objek kajian, metode, maupun pokok ilmiahnya. Hal ini dikarenakan keduanya menggunakan pendekatan interdisipliner sehingga saling membutuhkan adanya berbagai sudut pandang ilmu dalam mengkaji suatu pemecahan masalah. Wacana objek lapangan di perkotaan dan di perdesaan sudah menjadi objek kajian kedua ilmu ini. Metode kualitatif dalam antropologi tetap didukung data-data kuantitatif, begitupun sebaliknya sosiologi yang memerlukan data kualitatif untuk melengkapi data-data sajian kuantitatif. Itulah mengapa dalam rumpun sosio-humaniora, ilmu ini ada perbedaan dan persamaan yang saling mengisi. Batas-batas yang tipis dalam kedua ilmu ini mengandaikan seperti sistem poliandri dengan perbedaan dan persamaannya. Hingga saat ini, kolaborasi antara antropologi dan sosiologi mulai banyak digunakan dalam mengkaji, memecahkan permasalahan, dan memahami isu-isu sosial-kebudayaan dalam masyarakat.
Daftar Pustaka
Ahimsa-Putra, Heddy Shri. (2011). “Paradigma, Epistemologi, dan Etnografi dalam Antropologi”, makalah seminar ‘Perkembangan Teori dan Metode Antropologi’ Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Airlangga, Surabaya, 6-7 Mei.
Ritzer, George. (2002). Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Kamanto, S. (2004). Pengantar Sosiologi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. (1980a). Sejarah Teori Antropologi. Jilid I. Jakarta: UI Press.
Saebani, Beni Ahmad. (2012). Pengantar Antropologi. Bandung: Pustaka Setia.
Penulis: Mario Bhakti Wiratama, S.Ant & Yoseph Aldorino M.W