Categories
Analisis

Identitas K-Popers di Indonesia

K-Pop mengkonstruksi sebuah identitas baru di Indonesia, yaitu sebagai identitas sebagai orang Asia modern. Hal ini memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan muda di Indonesia.

K-Pop mengkonstruksi sebuah identitas baru di Indonesia, yaitu sebagai identitas sebagai orang Asia modern. Hal ini memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan muda di Indonesia. Sebut saja, dengan munculnya perbincangan tentang budaya dan orang Korea, banyak media massa yang kini mengangkat rubrik tersendiri tentang Korea karena munculnya K-pop ini. Topik inilah yang kemudian memunculkan identitas K-Popers bagi para penyuka K-pop dan semua yang berhubungan dengan Korea. K-Pop bukanlah genre musik yang tradisional dengan nuansa yang masih belum modern. K-Pop adalah sebuah fenomena yang sedang mendominasi musik di dunia saat ini. Pada awalnya, masyarakat lebih tertarik dengan budaya barat atau westernisasi. Sekarang lebih kepada Asianisasi[1] karena masyarakat di Indonesia menerima banyak persamaan latar belakang budaya. K-Pop menjadi sebuah budaya populer yang sedang berkembang pesat dan kebanyakan disukai oleh anak muda (Heryanto, 2012).

Awalnya Korean wave masuk ke Indonesia lewat serial drama TV[2]. Drama yang muncul di televisi Indonesia menunjukkan perubahan drastis dalam struktur yang berbeda dari gaya drama televisi di Indonesia pada sekitar tahun 2003. Gaya visual yang ditampilkan oleh K-drama merupakan genre yang segar menjadikannya sebuah tontonan yang historis tapi trendi. Genre ini disebut “fusion historical drama[3] penggabungan drama fiksi TV dan cerita historis Korea. Dengan perubahan dalam subjek, naratif, dan gaya visual, drama yang awalnya terlihat historis dengan mengangkat kisah kerajaan dikemas secara lebih trendi sehingga banyak disukai oleh penikmat serial drama. Tidak seperti drama historis dengan alur yang kaku, tetapi dibuat lebih menarik dengan menampilkan modernitas. Setelah drama ini, muncullah K-Pop dalam bidang musik yang akan dibahas dalam tulisan ini yaitu melalui OST (Original Soundtrack) pada drama dari rumah produksi Korea. Poin tambah untuk industri hiburan karena tidak membiarkan kejenuhan para penikmat drama televisi. Hal ini merupakan salah satu strategi bisnis yang membuat K-pop semakin merajai pasar internasional.

K-Pop menjadi sebuah hal yang baru di Indonesia di tahun itu. Tahun 2012 adalah saat industri hiburan di Indonesia semakin marak dengan munculnya boyband dan girlband lokal[4]. Media yang awalnya menampilkan penyanyi solo dan  band, berubah menjadi boyband dan girlband. Deretan boyband dan girlband lokal tersebut tidak bertahan lama di Indonesia. Popularitas dari K-Pop tidak bisa disaingi walaupun Indonesia mencoba membuat hal yang sama persis dengan industri tersebut. Setahun berikutnya industri hiburan mengembalikan solo dan band menjadi hiburan musik di Indonesia. Perlahan-lahan boyband di Indonesia bubar dan tergantikan boyband Korea.

Driver (2008:48) menyatakan, “Boyband phenomenon within popular culture opens up a new and important questions about youth culture and femininity.” Sebenarnya keberadaan boyband saat ini dalam suatu budaya populer membuka sebuah pertanyaan yang penting mengenai budaya generasi muda dan femininitas itu sendiri. Keberadaan dari sebuah boyband seolah telah menjadi bagian hidup dari penggemar boyband tersebut dan menjelma menjadi suatu budaya saat ini. Keberadaan boyband juga menjadi sebuah wacana baru dalam memaknai maskulinitas. Maskulinitas terbagi-bagi lagi dalam jenis yang lebih banyak.

K-Popers memiliki identitas sendiri, seperti nama Korea, siapa bias (idol perseorangan yang paling disukai) mereka, grup-grup yang digemari, dan mereka bergerak dalam massa yang banyak. Massa yang banyak ini disebut K-Pop Lovers atau K-Popers. Mereka memiliki hasrat untuk mencari dan memaknai budaya dalam rangka membentuk identitas dirinya dalam fan culture.

Media membuat segala hal menjadi lebih mudah untuk membentuk identitas diri K-Popers. Media sosial mereproduksi identitas yang diberikan oleh dunia nyata ke dunia maya. K-Popers bebas memiliki lebih dari satu akun untuk mendukung idola kesayangan mereka dengan cara yang berbeda dan gaya yang berbeda pula.

Meskipun K-Pop adalah fenomena yang terbilang relatif baru, tetapi K-pop dengan cepat menjadi daya tarik dan menjangkau khalayak yang jauh lebih banyak, sebagian besar berkat media sosial seperti Facebook, Youtube, dan Twitter. Hal yang paling sering K-Popers lakukan adalah streaming Youtube hingga video yang diunggah oleh idol mereka menduduki puncak tangga lagu dan mendapatkan puluhan juta hits untuk video mereka di Youtube.

Sumber:

Fiske, John. 2010. Understanding Popular Culture. London; New York. Routledge.

Featherstone, Mike. 2001. Posmodernisme dan Budaya Konsumen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Heryanto, Ariel. 2012. Budaya Populer di Indonesia; Mencairnya identitas pasca-Orde Baru. Yogyakarta: Jalasutra.


[1] Baca Identitas dan Kenikmatan Ariel Heryanto 2012

[2] https://celebrity.okezone.com/read/2017/09/22/205/1781162/okezone-week-end-drama-korea-pintu-masuk-k-pop-ke-indonesia diakses 16 agustus 2019

[3]https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20180313183656-220-282703/perjalanan-drama-korea-dari-alat-pemerintah-jadi-budaya-pop diakses 24 February 2019 pukul 18.02

[4] https://www.viva.co.id/arsip/362868-invasi-k-pop-ke-indonesia diakses 19 Februari 2019 pukul 20.03

2 replies on “Identitas K-Popers di Indonesia”

Saya telah membaca buku Ariel Harianto mengenai politik dan kenikmatan identitas itu bagus banget. Dari tulisan di atas Masi belum mewakili mengapa budaya Korea di terima sebagai kenikmatan identitas. Fenomena post-islamisme, feminisme, runtuhnya maskulinitas pasca orde baru. Dan anti Tionghoa menjadi seru di bahas..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *