Categories
101

Menyimpan Vagina dalam Diriku

Vagina merupakan alat vital atau bisa kita sebut sebagai alat kelamin perempuan. Namun, bagaimana jika seorang laki-laki ‘merasa’ bahwa ia telah menyimpan vagina dalam dirinya? Barang tentu penilaian masyarakat akan hal seperti itu dipandang buruk, tidak lazim, bahkan sebagian dengan ekstrim menyebutnya malapetaka. Padahal selama ini yang kita percayai adalah suatu kesesatan yang samar. Kesesatan samar inilah yang akan kita bahas.

Vagina merupakan alat vital atau bisa kita sebut sebagai alat kelamin perempuan. Namun, bagaimana jika seorang laki-laki ‘merasa’ bahwa ia telah menyimpan vagina dalam dirinya? Kita mungkin akan berpikir, di manakah ia mendapatkannya? Mencuri dari perempuan mana ia? Inilah yang terjadi di masyarakat kita. Barang tentu penilaian masyarakat akan hal seperti itu dipandang buruk, tidak lazim, bahkan sebagian dengan ekstrim menyebutnya malapetaka. Padahal selama ini yang kita percayai adalah suatu kesesatan yang samar, yang sudah mengakar kuat seperti kokohnya Tembok Besar China. Kesesatan samar inilah yang akan kita bahas untuk kemudian merunut lagi di mana tepatnya kesalahan samar tersebut. Kesesatan samar terjadi dalam penafsiran seks dan gender. Seks dan gender menyatu melalui pandangan masyarakat yang mencoba memadupadankan cara bertindak dengan melihat kodrat biologis yang sebenarnya keduanya amat berbeda (Sugihastuti, 2007). Kelamin adalah apa yang kita artikan dengan biologis sedangkan gender apa yang seharusnya kita artikan dengan sosial. Keduanya berbeda dengan samar, sehingga kesalahan ‘samar’ inilah yang diyakini banyak masyarakat sebagai suatu kebenaran yang kodrati dari sang Ilahi sehingga tidak dapat diganggu gugat.

Hines (2007) mendekonstruksi konstruksi sosial bahwa orientasi dan identitas gender tidak terbatas hanya pada dua jenis (laki-laki dan perempuan) dan mereka yang tidak dapat diidentifikasi sebagai laki-laki dan perempuan dianggap sedang sakit. Konsep berpikir ini kemudian menjadi realita sosial yang kemudian digugat dan disuarakan oleh mereka yang merasa tidak menjadi dari bagian dari laki-laki maupun perempuan. ‘Menyimpan vagina dalam diriku’ merupakan suatu sarkasme sebagai salah satu bentuk gugatan seorang laki-laki yang ternyata memiliki jiwa feminin dalam dirinya. Jiwa yang merasa bersalah untuk terperangkap dalam tubuh laki-laki. Kita tidak dapat mengelak suatu realitas sosial ini, banyak masyarakat kita yang terjebak di situasi demikian.

Kaum transgender mempunyai naluri sebagai seorang perempuan, maka wajar bila mereka bersaing untuk mempercantik diri dan membuat dirinya indah agar dapat menarik perhatian (Chyntia Vanny, 2014). Apa yang mereka lakukan memang dirasa sulit untuk diterima dengan akal sehat, tapi begitulah mereka. Ketika masyarakat memandang sesuatu yang abnormal dengan perspektif ke’normal’an akan representasi transgender dan transeksual seperti suatu phobia atau ketakutan masyarakat yang tentu saja mengandung unsur prasangka, stereotip negatif, hingga menimbulkan kebencian. Padahal sebenarnya mereka hanyalah manusia yang seharusnya juga menjadi bagian dari masyarakat. Namun, masyarakat menganggap hal tersebut tidak normal dan beranggapan bahwa mereka ini bukanlah bagian dari suatu lapisan masyarakat.

Di sinilah rasisme seksual muncul menjadi suatu permasalahan dalam masyarakat sosial. Pada zaman yang dianggap sudah sangat maju ini baiknya kita juga mempunyai pola pikir yang maju pula dalam menyikapi berbagai hal yang tidak umum. Rasisme seksual menjadi salah satu alasan mengapa banyak teman-teman LGBTQ+ menutup diri menyembunyikan identitas seksual mereka. Namun, di era keterbukaan seperti saat ini sudah cukup banyak komunitas-komunitas terkait membuka diri dan saling berbagi dengan satu sama lain, khususnya dalam usaha mengatasi dan menyikapi permasalahan hidup mereka dibawah rasisme seksual di lingkungan masyarakat.

Sumber:
Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptian. (2007) Gender dan Inferiotitas Perempuan: Praktik Kritik Sastra Feminis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hines, S. (2007). Transforming Gender: Transgender Practices of identity, intimacy, and care. University of Bristol: The Police Press
Chyntia Vanny, dkk., “Perancangan Buku Interprestasi Visual Mengenai Transgender Terinspirasi dari Fiksimini”, (DKV Universitas Kristen Petra, Surabaya, 2014

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *