Categories
101

Paham Pasifisme ala Tenzin Gyatzo

Istilah pasifisme berasal dari Bahasa Latin yakni paci- yang berarti “perdamaian” dan -ficus yang berarti “membuat”. Istilah ini pertama kali dikenalkan oleh aktivis perdamaian Prancis bernama Emile Armaud pada 1901. Namun, semangat anti-kekerasan sudah ada bahkan sejak zaman Kristus maupun Nabi Muhammad saw. Semangat perdamaian juga banyak terdapat dalam ajaran Hindu maupun Buddha. Menurut Stanford Encyclopedia of Philosophy, pasifisme adalah komitmen untuk senantiasa mengusahakan perdamaian, namun arti ‘perdamaian’ itu sendiri memiliki banyak tafsir.

Istilah pasifisme berasal dari Bahasa Latin yakni paci- yang berarti “perdamaian” dan -ficus yang berarti “membuat”. Istilah ini pertama kali dikenalkan oleh aktivis perdamaian Prancis bernama Emile Armaud pada 1901. Namun, semangat anti-kekerasan sudah ada bahkan sejak zaman Kristus maupun Nabi Muhammad saw. Semangat perdamaian juga banyak terdapat dalam ajaran Hindu maupun Buddha. Menurut Stanford Encyclopedia of Philosophy, pasifisme adalah komitmen untuk senantiasa mengusahakan perdamaian, namun arti ‘perdamaian’ itu sendiri memiliki banyak tafsir.

Negara pasifis merupakan negara yang menganut paham anti-kekerasan atau anti terhadap keterlibatan dalam suatu konflik bersenjata atau perang, sehingga paham ini menyebabkan kebanyakan negara penganut paham pasifisme biasanya tidak memiliki angkatan bersenjata. Pasifisme sendiri dibagi menjadi dua, yakni pasifisme principal dan pasifisme pragmatis. Pasifisme principal merupakan pemikiran pasifisme yang menganggap bahwa konflik, perang, serta penggunaan berbagai senjata mematikan ataupun kekerasan dalam bentuk apapun merupakan hal yang tidak baik secara moral, dan telah menyalahi hakikat moral kemanusiaan. Sedangkan pasifisme pragmatis mempunyai pandangan yang sama dengan pasifisme principal, hanya saja pasifisme ini tetap meyakini bahwa konflik adalah pilihan terburuk dalam menyelesaikan perselisihan. Hal ini karena kerugian yang timbul dapat berdampak ke berbagai sektor kehidupan. Kelemahan dasar pasifisme ada pada eksistensi kejahatan fundamental yang terorganisir.

Tibet adalah sebuah wilayah kecil di bawah kaki pegunungan Himalaya. Dahulu kala, Tibet adalah sebuah kerajaan yang merdeka dan sering mengalami interaksi maupun benturan terutama secara politik dengan dinasti-dinasti yang ada di dataran Cina. Benturan-benturan antara Tibet dan Cina memang sudah lama terjadi. Raja Tibet diberi gelar Dalai Lama, di mana Dalai Lama yang sekarang, yaitu Tenzin Gyatso, merupakan Dalai Lama ke-14. Ia merupakan seorang pemimpin pemerintahan sekaligus pemimpin spiritual atau keagamaan.

Konflik Tibet-Cina bermula saat Cina menginvasi Tibet pada 1951 dengan mengirimkan Tentara Pembebasan Rakyat ke Tibet dengan tujuan untuk menguasai Tibet sepenuhnya.  Pemerintah Cina menganggap Tibet sebagai bagian integral dari Cina berdasarkan catatan sejarah, namun hal ini berlawanan dengan apa yang diyakini rakyat Tibet dan pemimpin mereka, Tenzin Gyatso. Sebagai pemimpin rakyat, Dalai Lama menjadi tonggak perjuangan pembebasan bersama rakyat. Hal ini mengakibatkan menepinya Dalai Lama ke Dharamsalah, India, pada tahun 1959.

Mengungsinya Dalai Lama dan pengikutnya ke India menginisiasi pembentukan Central Tibetan Administration, yang artinya berdirinya pemerintahan Tibet di pengasingan. Dalai Lama merupakan pemimpin yang sangat menghormati dan menjunjung tinggi ajaran Buddha, yakni dengan meminimalisir segala bentuk kekerasan ataupun kejahatan dalam merebut kekuasaan Tiongkok atas Tibet. Hal ini sejatinya sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai pasifisme, di mana berbagai hal mengenai kekerasan maupun kejahatan sangat diminimalisir atau bahkan dihindari saat menghadapi suatu konflik. Dalam hal ini, adanya dialog terbuka antara pihak-pihak yang berkonflik merupakan langkah yang dianggap tepat, karena merupakan jalan tengah sekaligus jalan keluar untuk meminimalisir segala bentuk kekerasan yang memakan korban jiwa.

Dalam beberapa ajaran Tenzin Gyatzo yang bersifat cinta perdamaian, belas kasih menjadi kebutuhan pokok manusia. Pada kodratnya, manusia sangat membutuhkan cinta, kasih sayang, dan belas kasih dari orang lain. Dalam perkembangannya, Dalai Lama mengajarkan kasih sayang. Dalam ajarannya, kita harus menyingkirkan berbagai halangan dalam mengembangkan cinta damai dan belas kasih, seperti kemarahan dan kebencian. Bagi seseorang yang ingin menguatkan prinsip perdamaian, maka berlatihlah dengan cara bertoleransi, karena toleransi merupakan fondasi utama menuju keselarasan hidup bersama. Konflik ini menyebabkan sejumlah seniman, intelektual, mahasiswa, dan pebisnis ditahan dan dihukum penjara atas tuduhan subversi kekuasaan negara. Pada bulan Juli 2010, Human Rights Watch merilis sebuah laporan mengenai kerusuhan tahun 2008. Laporan itu menyatakan pasukan keamanan China telah melanggar hukum internasional dalam menekan protes tanpa pandang bulu, dengan melakukan pemukulan, penahanan, dan penembakan brutal terhadap warga sipil di kota-kota di dataran tinggi Tibet di Cina Barat Besar.

Tentu kejadian ini menjadi fokus kajian, terutama oleh para penganut pasifisme. Namun, kita tidak dapat berdalih bahwasanya sejarah peradaban manusia ialah mengenai konflik, kekerasan, dan perang. Sejarah mencacat itu semua, dan tentu saja sejarah dapat terulang. Seorang pasifis sejati akan sangat berhati-hati dalam bertidak. Mereka akan meminimalisir terjadinya kekerasan atau perang. Jikalau semua hal bisa dibicarakan baik-baik, maka sejarah peradaban manusia pasti tidak akan terbiasa dengan kekerasan ataupun perang. Namun manusia adalah makhluk yang juga memiliki sisi gelap, sehingga tindak kekerasan dan perang nyaris tidak bisa dihindari dalam hidup.

Kesimpulan dari semuanya ialah, kita patut mencontoh apa yang dilakukan Dalai Lama dalam mempertahankan Tibet, serta bagaimana ia menyikapi konflik kenegaraan dengan China, dan memilih melakukan tindak nirkekerasan. Tidak banyak pemimpin suatu wilayah atau negara di dunia ini yang sebijaksana Dalam Lama dalam menyelesaikan konflik kenegaraan. Begitulah cerminan seorang pemimpin yang mengamalkan ajaran kebaikan dalam agama serta cinta kasihnya kepada sesama.

Sumber:

Alfatih, Milzam Muhammad. 2019. Remiliterisasi Jepang pada Masa Pemerintahan  Shinzo Abe Sebagai Tanggapan Terhadap Perkembangan Regional Asia Timur. Universitas Katholik Parahyangan.

Soyomukti, Nurani. 2008. Revolusi Tibet: Fakta, Intrik, dan Politik Kepentingan Tibet-Cina-Amerika Serikat. Yogyakarta: AR:RUZZ MEDIA GROUP.

Trotsky, Leon. 1917. Pacifism as the Servant of Imperialisme (trj. Ted Speregue. 2011. Pasifime Sebagai Pelayan Imperialisme), diakses pada laman https://www.marxists.org/indonesia/archive/trotsky/1917-Pasifisme.htm

https://www.dicto.id/apa-yang-dimaksud-dengan-pacifism/6305

https://www.aida.or.id

https://www.hrw.org/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *