Categories
101

Sophie Germain : Aksi Perlawanan Intelektual Terhadap Seksisme Yang Membelenggu

Perjuangan pergerakan perempuan seperti feminisme telah sejak lama digaungkan dan diperjuangkan terutama oleh kaum perempuan. Sejarah mencatat, banyak perempuan yang telah menunjukkan aksinya demi terwujudnya suatu kesetaraan di tengah dunia yang cenderung berpihak pada budaya patriarki, seksisme, dan gender stereotypes yang telah lama mengakar. Beragam aksi telah dilakukan oleh para perempuan pejuang ini. Mulai dari aksi demonstrasi, diskusi intelektual, menulis, gerakan mengubah stereotip, dan menjadi pembicara publik. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang Sophie Germain, seorang pejuang wanita tangguh yang melawan seksisme menggunakan kecerdasannya. Lalu, siapakah gerangan sosok Sophie Germain yang sebenarnya?

Sophie Germain’s statue. Sumber : BibiM@th

Marie-Sophie Germain (1 April 1776 – 27 Juni 1831) adalah seorang matematikawan, fisikawan, dan filsuf yang berasal dari Paris, Perancis. Ia terlahir dan tumbuh dari keluarga kaya. Orang tuanya, Ambrose François Germain dan Marie Madeline Gruguelu adalah pedagang sutra. Ayah Sophie juga pernah menjadi wakil jendral serikat. Namun pada akhirnya, ayahnya menjadi direktur Bank of France selepas masa Revolusi Perancis.

Sedari kecil Sophie sangat suka membaca, ia sangat suka melanglang buana di perpustakaan pribadi ayahnya. Di sanalah ia menemukan ketertarikannya dengan matematika. Suatu ketika di usianya yang menginjak 13 tahun, Sophie membaca sebuah cerita tentang Archimedes, seorang matematikawan Yunani yang dibunuh tanpa ampun oleh prajurit Romawi saat ia mencoba untuk menyelesaikan masalah matematika-geometri yang menarik. Hal inilah yang menginspirasi Sophie untuk menjadi seorang matematikawan. Orang tua Sophie sangat khawatir dengan kecintaan Sophie pada matematika maupun tekadnya untuk menjadi matematikawan. Hal ini dikarenakan, pada masa itu sulit bagi seorang perempuan untuk mengakses pendidikan maupun bekerja pada bidang akademik. Mereka membayangkan bahwa Sophie akan menjadi seorang pelayan hingga tua apabila tetap teguh dengan cita-citanya. Akhirnya, orang tuanya memutuskan untuk mengurungnya, membiarkan kamar tidurnya dalam keadaan dingin dan gelap agar Sophie berhenti belajar matematika. Namun, Sophie adalah gadis pemberontak yang tangguh. Dengan berani ia menyelundupkan setumpuk lilin dan beberapa selimut ke dalam kamarnya agar ia tetap bisa belajar. Perlakuan orang tuanya malah memantiknya untuk berusaha lebih keras dan menghilangkan rintangan yang akan menghalau Sophie kedepannya.

Kemudian pada tahun 1794 ketika Sophie berusia 18 tahun, École Polytechnique dibuka. Akademi ini dibentuk untuk “melatih matematikawan dan ilmuan untuk negara”. Sophie pun mendaftar, namun sebagai perempuan ia tidak diperbolehkan untuk mendaftar. Sophie tidak kehabisan akal. Agar ia bisa belajar, ia meminjam catatan kuliah dari teman-teman prianya. Sophie terkhusus sangat menyukai metode pembelajaran oleh Professor J.L Lagrange. Kemudian, pada saat tahun akademik hampir berakhir, Sophie memutuskan untuk menyerahkan tugas paper yang diminta oleh Lagrange. Dia mengumpulkan paper tersebut menggunakan nama samaran Monsieur LeBlanc, yang merupakan nama maskulin. Lagrange terkesan dengan paper Sophie, bahkan Sophie menerima pujian darinya. Sophie kemudian memutuskan untuk mengungkap identitas aslinya, dan malah membuat Lagrange semakin terkesan. Pada akhirnya Lagrange setuju untuk menjadi mentor pribadi Sophie, bahkan memperkenalkan Sophie kepada ahli matematika lainnya yaitu Carl Friedrich Grauß dari Jerman. Sophie meminta Lagrange untuk menyembunyikan identitas gendernya, dan lagi ia menyamar menjadi LeBlanc. Carl dan Sophie rajin surat menyurat mengenai teori-teori bilangan, dan ini berlangsung selama beberapa tahun berikutnya. Pada 1808, Carl mengetahui identitas Sophie yang sebenarnya dan sangat terkesan dengan fakta bahwa sahabat penanya itu adalah wanita cerdas berbakat.

Pada 1820, Sophie menyurati Legendre, seorang matematikawan sekaligus penulis buku tentang teori bilangan. Dalam suratnya, Sophie menjabarkan tentang penelitiannya mengenai teori bilangan, dan kemudian ia  berkolaborasi dengan Legendre di dalam buku Teori Bilangan edisi kedua. Kontribusi paling penting yang diberikan Sophie dalam matematika murni adalah pembuktiannya atas bagian dari persamaan yang dikenal sebagai “Teorama Terakhir Fermat”. Pernyataan dalam teorama Fermat adalah tidak ada tiga bilangan bulat positif x, y, dan z yang dapat memenuhi persamaan xn+yn=zn untuk nilai bilangan bulat n yang lebih besar daripada 2. Untuk memecahkan teka-teki ini, matematikawan hanya perlu menetapkan validitas untuk n=4 (telah diselesaikan oleh Fermat sendiri) dan untuk setiap nilai dari n yang merupakan bilangan prima (bilangan prima yang habis dibagi 1 dan bilangan itu sendiri). Leonhard Euler telah lebih dulu membuktikan n=3 dan Legendre n=5. Sophie memecahkannya dengan n bilangan prima apa pun, jika 2p=1 adalah bilangan prima lain. Bilangan-bilangan tersebut sekarang lebih dikenal dengan sebutan “Bilangan Prima Germain”. Pada 1996, akhirnya seorang ahli matematika Inggris Andrew Wiles membuktikan teorama tersebut untuk semua kasus.

Pada awal abad ke-19 Sophie mulai tertarik mempelajari matematika terapan. Rasa suka Sophie dalam matematika terapan diawali dari datangnya seorang fisikawan Jerman E.F.F Chladni ke Paris pada 1808, dimana dia melakukan eksperimen pada pelat bergetar untuk melacak pergerakan partikel pasir yang telah ditempatkan di atasnya. Garis-garis yang dibentuk oleh pasir di pelat bergetar itu dikenal sebagai figur Chladni, tetapi belum ada yang bisa menjelaskan mengenai pergerakan pasir secara matematis. Dengan ini, French Academy of Science mengadakan kontes dan menawarkan hadiah untuk perumusan teori matematika tentang elastisitas permukaan. Pada 1811, Sophie adalah satu-satunya matematikawan yang mengikuti kontes. Namun, French Academy menolak paper penelitiannya karena kurangnya pendidikan formal yang terlihat dari paper yang ia serahkan. Oleh karena itu, ia tidak dianugerahi hadiah. Sophie tidak menyerah, ia sadar dengan kekurangan papernya, dan ia terus mempelajari dan meneliti paper tersebut secara serius. Lagrange membantunya dengan mengoreksi beberapa kesalahannya, dan dua tahun kemudian Sophie kembali megikuti kontes itu lagi. Kali ini, dia menerima gelar kehormatan untuk papernya yang lebih baik. Namun, Sophie masih merasa belum puas dengan papernya, hingga pada 1816 ia mengikuti kontes itu untuk yang ketiga kalinya, dan menang dengan paper berjudul “Memoir on the Vibration of Elastic Plates”. Hadiah yang dianugerahi kepadanya berupa 1kg emas.

Setelah memenangkan kontes, Sophie melanjutkan penelitiannya pada teori elastisitas dengan menerbitkan beberapa memoar lagi. Kemudian pada 1825 sebuah paper mengenai penjelasannya tentang elastisitas diterbitkan. Kemenangannya dalam kontes sangat penting, karena ini merupakan langkah awal dimana ia mulai dikenal sebagai matematikawan yang terkemuka pada masa itu. Dia menjadi wanita pertama yang bukan istri anggota yang menghadiri Academy of Sciences’ Session dengan bantuan Jean-Baptise-Joseph Fourier. Sophie pun dipuji oleh Institut de France dan diundang untuk menghadiri seminar mereka dan ini merupakan sebuah kehormatan tertinggi yang pernah diberikan untuk seorang wanita pada masa itu. Selain itu, Sophie juga menulis tentang risalah filsafat, “Consideration on the Sciences and Letters”.

Sophie meninggal pada usia 55 tahun, pada 27 Juni 1831 di Paris, setelah berjuang melawan kanker payudara yang dideritanya. Sesaat sebelum ini, salah satu mentor lamanya Grauß, meyakinkan Universitas Gottingen untuk memberi Sophie gelar kehormatan, namun ia terlambat. Sophie lebih dulu meninggal sebelum ia bisa menerima gelar kehormatan ini.

Sophie merupakan sosok wanita yang luar biasa, melawan segala prasangka dan seksisme dengan cara cerdas nan elegan. Walau ia tidak mendapat kesempatan untuk mengecap pendidikan formal, ia terus belajar dan membuktikan pada dunia bahwa ia bisa mendobrak batasan gender yang membelenggunya, melarangnya untuk menjadi matematikawan. Pada akhirnya seorang matematikawan sejati bukan dilihat dari apa jenis kelaminnya, melainkan dari seberapa tangguh ia belajar dan seberapa mampu ia memberi sumbangsih yang berguna untuk ilmu matematika itu sendiri.

Sumber :

Buku A to Z of Women in World History by Erika Kuhlman

Artikel online Biographies of Women Mathematicians : Sophie Germain by Amanda Swift (lecture at the Georgia Southern University)

https://www.agnesscott.edu/lriddle/women/germain.htm

One reply on “Sophie Germain : Aksi Perlawanan Intelektual Terhadap Seksisme Yang Membelenggu”

“Pada akhirnya seorang matematikawan sejati bukan dilihat dari apa jenis kelaminnya, melainkan dari seberapa tangguh ia belajar dan seberapa mampu ia memberi sumbangsih yang berguna untuk ilmu matematika itu sendiri”
Ngena banget:)
Relate ke banyak aspek

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *