Categories
101

Pentingnya Studi Manajemen Kritis dalam Mengembangkan Filosofi Human Resource: Sebuah Tinjauan Dasar

Tulisan ini menjelaskan filosofi human resource dalam beberapa penjelasan secara teoritis. Penulis melihat bahwa dalam merumuskan dan mengembangkan filosofi human resource perlu tinjauan kritis, analitis, dan struktural jika dilihat dari sudut pandang relasi kekuasaan di perusahaan/industri/badan usaha orientasi profit. Hal ini diperlukan agar beberapa model filosofi human resource yang dirumuskan tidak hanya menyinggung di permukaan saja dan hanya memberikan kalimat-kalimat yang bercorak humanis, lalu menyembunyikan beberapa ketidakadilan (eksploitasi pekerja).

Tulisan ini memberikan pemahaman dasar yang bermasalah seputar pembahasan tentang filosofi human resource dan dimulai melalui pendekatan kritis dalam studi human resource management. Umumnya, pendekatan human resource management, hanya diorientasikan pada logika kapitalisme akumulasi keuntungan tanpa batas yang pastinya hanya berpihak pada pemodal, alih-alih untuk kepentingan kelas pekerja. 

Pengenalan Beberapa Konsep Penting

Dalam sumber daya manusia atau dalam tulisan ini disingkat menjadi HR (human resource), ada sebutan Arsitektur HR, yang didalamnya terdapat sistem HR dan model pengiriman HR yang diadopsi oleh fungsi HR (Amstrong, 2011). Dalam sistem HR terdapat peran penting dan utama dari yang disebut dengan filosofi HR, atau dianggap sebagai level tertinggi juga di arsitektur HR (Kellner et al, 2016) dalam (Bloom et al,2019). 

Filosofi HR memiliki banyak definisi, salah satunya didefinisikan sebagai prinsip-prinsip panduan dalam mengelola tenaga kerja (Boxall dan Mackay, 2009) dalam (Riaz, 2020). Filosofi HR juga dimaknai sebagai pernyataan tentang bagaimana organisasi memandang sumber daya manusianya, peran apa yang dimainkan sumber daya untuk kesuksesan bisnis secara keseluruhan dan bagaimana sumber daya tersebut dikelola (Schuler,1992) dalam (Monks, 2013).

Filosofi HR berkaitan dengan keyakinan dan asumsi manajemen perihal sifat, kebutuhan, nilai, dan pendekatan mereka terhadap pekerjaan. Keyakinan inilah yang menentukan bagaimana orang seharusnya diperlakukan (Shani,2011). Filosofi HR yang termasuk di dalamnya sistem HR akan mempengaruhi efektivitas kinerja perusahaan (McClean and Collins, 2019).  

Filosofi HR juga memiliki peran untuk memahami struktur HR dan persepsi karyawan dari struktur HR itu sendiri. Pembahasan mengenai filosofi HRM juga erat kaitannya dengan sistem HRM yang pada dirinya sangat kontekstual dan tidak datang dari ruang hampa, begitu juga dengan filosofi HR yang pasti selalu bersifat kontekstual dan tidak universal pada dirinya (Riaz, 2020). Karena ia kontekstual, maka filosofi HR berbeda-beda di setiap organisasi atau perusahaan yang merumuskannya.

Shani (2011) menjelaskan ada tiga pendekatan untuk memperlakukan sumber daya manusia yang dimiliki, yakni pendekatan komoditas, mesin, dan humanistik. Dalam pendekatan komoditas, seseorang diperlakukan sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan dengan harga seperti yang diterapkan dalam sistem perbudakan lama. Pendekatan mesin diartikan sebagai seseorang yang diperlakukan sebagai bagian dari mesin yang dapat dipasang selayaknya mesin. Terakhir, pendekatan humanistik diartikan sebagai seseorang diperlakukan sebagai manusia yang memiliki psikologis.

Menurut Shani (2011) pendekatan pertama dan kedua hanya melihat manusia dari segi fisiologis, sedangkan pendekatan ketiga menitikberatkan pada aspek psikologis manusia. Hampir sama dengan diajukan Shani (2011), Kaufman (2010) dalam Riaz (2012) menjelaskan berbagai model HR dan mengidentifikasi filosofi yang berbeda satu sama lain. 

Pertama, filosofi tradisionalis yang memperlakukan tenaga kerja sama halnya dengan komoditas, dan membelinya dengan murah, lalu mendapatkan hasil maksimal, setelah itu menyingkirkan sumber daya manusia tersebut. Kedua, filosofi yang memaksimalkan stakeholder pemegang saham dengan memperlakukan karyawan hanya sebagai pekerja upahan. Ketiga, filosofi humanistik yang mengakui bahwa seseorang mencapai produktivitas yang lebih besar, perputaran yang lebih sedikit, dan loyalitas yang lebih besar, masalah tentang serikat pekerja yang minim, juga tidak lupa memberikan kepada pekerja kemurahan hati, keamanan, dan transaksi yang adil.

Merumuskan Filosofi HR berbasiskan Studi Manajemen Kritis

Dalam beberapa penjelasan seputar keterkaitan dimensi keadilan yang ingin dicapai dalam filosofi HR, entah di lingkup internal dan eksternal, seringkali beberapa pembahasan seputar itu bersifat retoris dan abstrak serta tidak berbasiskan studi empiris yang lebih mendalam. Kata-kata seperti HR management yang humanis, HR versi lunak, dan psikologi human resource management adalah beberapa manifestasi yang tidak menjelaskan secara mendalam medan problematik di seputar relasi kekuasaan di dalam organisasi atau perusahaan.

Pembahasan dengan mengambil studi manajemen kritis ini sedemikian substansialnya untuk dibahas. Ini karena ketika kita mengkondisikan studi manajemen di bawah payung yang lebih luas, yakni corak ekonomi politik neoliberal, terdapat logika akumulasi untuk akumulasi itu sendiri atau akumulasi tanpa batas. Maka semua kebobrokan (eksploitasi/pengambilan nilai lebih dan alienasi pekerja) akan terlihat.

Logika inilah yang melahirkan jargon-jargon retoris, seperti manajemen yang humanis dan egaliter tidak memiliki kegunaan yang berarti. Karena itu, semua harus tunduk pada relasi akumulasi kapital. Dari penjelasan inilah yang menurut saya sangat diperlukan keilmuan manajemen yang setidaknya bisa melihat relasi ketidakadilan itu, dan yang bisa mengambil peran itu ialah sebuah studi manajemen kritis.

Studi manajemen kritis pada awalnya muncul pada akhir abad ke-20, dalam sebuah buku berjudul studi manajemen kritis yang ditulis oleh dua sosok yang berpengaruh dalam keilmuan ini, mereka ialah Mat Alvesson dan Hugh Wilmot  dalam  Thayf et al (2021). Menurut Hancock (2004), meskipun banyak yang mengkritik keilmuan ini tetapi tidak ada keraguan bahwa studi ini telah membahas suatu hal penting bagi kekosongan dalam aktivitas intelektual yang ditinggalkan oleh ketidaktertarikan yang nyata dalam masalah pekerjaan dan pengelolaannya.

Menurut Perez (2013), studi manajemen kritis adalah kerangka studi yang terdiri dari banyak pengkajian teoritis yang dimaksudkan untuk memberikan pandangan manajemen dan organisasi yang lebih realistis dan kritis. Mereka sangat fokus pada pengungkapan relasi kekuasaan yang begitu umum di dalam organisasi. Bagi banyak peneliti keilmuan manajemen kritis ini berupaya mencari relasi kuasa yang berbasis pada teori-teori kritis seperti post strukturalis, neo marxisme, feminisme, psikoanalisis, dan kajian budaya. Walaupun masing-masing pada keilmuan tersebut mempunyai objek ontologi dan epistemologi yang berbeda (Fournier et,al 2004)

Studi Analisis Manajemen Kritis dalam Kasus Konflik Aice vs Pekerja

Kasus perselisihan antara perusahaan Aice dan pekerjanya sudah sangat lama terjadi. Tepatnya dimulai pada tahun 2017, sejak SGBBI (Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia) mempersoalkan banyaknya kondisi kerja yang tidak ideal dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Kondisi kerja itu diantaranya penurunan upah, pemaksaan kerja pada ibu hamil di malam hari, kontaminasi lingkungan, mutasi pekerja terhadap anggota serikat, sampai pada pemutusan hubungan kerja secara sepihak.

Bahkan, kasus perselisihan perusahaan Aice vs pekerjanya ini masih belum selesai per September 2020. Jika kita melihat kasus di atas menggunakan studi manajemen kritis, maka sebenarnya ini bukan hanya persoalan masalah-masalah tersebut tidak sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku, tetapi terjadi karena relasi kuasa pihak petinggi perusahaan atas pekerjanya, di mana dalam relasi upahan di sistem kapitalisme, kelas kapitalis yang mempunyai kuasa lebih. Ia akan melakukan apapun untuk membungkam pekerja yang membuat perusahaan mendapatkan sedikit keuntungan. 

Sekali lagi dalam corak produk kapitalisme, akumulasi keuntungan tanpa batas adalah napas corak produksi ini. Sebagai contoh, untuk persoalan mengapa ibu hamil bekerja pada malam hari bukan sekedar karena ada surat keterangan sehat maka ia dipekerjakan. Akan tetapi dalam diri ibu hamil terdapat tenaga yang bisa melakukan kerja yang pada akhirnya akan menjadi akumulasi keuntungan tanpa batas bagi pihak perusahaan.

Begitu juga dengan persoalan mutasi serikat pekerja. Pihak perusahaan akan merasa takut jika kekuatan serikat pekerja meningkat yang membuat pekerja punya posisi tawar yang tinggi sehingga bisa menuntut hal-hal lain (seperti kenaikan upah) dan membuat keuntungan perusahaan semakin menurun. Jika menggunakan studi manajemen kritis kita akan mendapatkan relasi kuasa yang tidak adil.

Kesimpulan

Penekanan penting ada pada diperlukannya sebuah studi yang sifatnya kritis, analitis, struktural, dan sistemik dalam menjelaskan perihal organisasi dan perusahaan, termasuk juga bagi saya dalam merumuskan sebuah filosofi HR. Keperluan ini untuk sekarang cukup fundamental dan mendesak, agar keilmuan manajemen benar-benar bisa berlaku adil bagi siapapun stakeholder di tempat mereka memenuhi kebutuhan hidupnya. Ini juga agar studi manajemen tidak terhenti dalam pembahasan ide-ide abstrak (humanisme, keadilan, hubungan kekerabatan, dan relasi kesetaraan) yang tidak terjelaskan, dan terkadang diterima begitu saja tanpa mempertanyakan secara kritis pembahasan-pembahasan atau terma-terma yang termanifestasikan dalam studi manajemen. Peran penting itu ada pada perumusan filosofi sumber daya manusia, khususnya dalam studi manajemen kritis.

Studi manajemen kritis ini bukanlah tanpa kritikan. Kritikan pedas datang dari Parker (2004) yang mengatakan bahwa tokoh yang memulai sedari awal studi manajemen kritis yakni Mats Alvesson dan Hugh Willmott karena kepentingan khusus mereka membuat kajian ini lebih fokus pada neo-marxisme dan post-strukturalisme dibanding marxisme ortodoks. Sebuah jurnal yang ditulis oleh Fournier et al (2000) juga mempertanyakan kata kritis dalam studi manajemen kritis, karena banyaknya rujukan paradigma yang digunakan (neo-marxisme, post-strukturalisme, feminisme psikoanalisis, studi budaya, dan yang lainnya), padahal paradigma dari setiap dari mereka berbeda, bahkan ada yang berlawanan.

Tetapi saya yakin, masifnya pembahasan seputar studi manajemen kritis akan membuat kita semakin sadar akan realitas sosial yang sampai saat ini masih eksploitatif atau bagi saya studi manajemen kritis ini menjadi preseden untuk studi lebih struktural dan kritis lagi. Baik dalam skala luas dalam domain ekonomi politik maupun dalam skala khusus ilmu manajemen itu sendiri.

Terakhir, bagi saya inilah yang diperlukan dalam ilmu manajemen. Sebuah studi yang didalamnya terdapat esensi sebagai keilmuan dengan napas emansipatif masyarakat tertindas, juga sekaligus mempunyai nafas transformatif untuk tujuan sistem yang lebih berkeadilan dibanding saat ini. Tepat di titik itulah menurut saya jargon-jargon retoris keadilan untuk semua dalam studi manajemen, tidak hanya bertahan di alam ide pemangku kekuasaan perusahaan, tetapi telah teraktualisasi dalam praktis kehidupan sehari-hari kita, khususnya untuk kelas pekerja.

Daftar Pustaka

Armstrong Michael. (2006). Armstrong’s Handbook of Strategic Human Resource

Management. London and Philadelphia

Blom Rutger, Kruyen M Peter, Thiel Van Sandra &. M Beatrice I. J,. Heijden Van der. (2019). HRM Philosophies and Policies in Semi-autonomous Agencies: Identification of Important Contextual Factors. The International Journal of Human Resource Management

CNBC Indonesia. Skandal Es Krim Aice Vs Buruh Belum Juga Usai, Ini Updatenya. Lihat: Skandal Es Krim Aice Vs Buruh Belum Juga Usai, Ini Updatenya (cnbcindonesia.com)

CNN Indonesia. Kronologi Serikat Buruh ‘Gruduk’ Manajemen Es Krim Aice. Lihat: KronologiSerikat Buruh 'Geruduk' Manajemen Es Krim Aice (cnnindonesia.com).

Fournier, Valérie and Grey, Chris. (2000). “At the critical moment: conditions and prospects for critical management studies”. in Human Relations, vol. 53 no. 1.

Hancock Philip, Tyler Melissa, ‘MOT your life’: Critical management studies and the

management of everyday life. Human Relations Volume 57(5): 619–645

McClean Elizabeth, Collins J Christopher. (2018). Expanding the concept of fit in strategic human resource management: An examination of the relationship between human resource practices and charismatic leadership on organizational outcomes, Hum Resour Manage. ;1–16.

Monks , K., Kelly, G., Conway, E., Flood, P., Truss, K., & Hannon, E. (2013). Understanding how HR systems work: the role of HR philosophy and HR processes. Human Resource Management Journal, 23(4), 379-395.

Parker Martin. (2004). Against Management: Organization in the Age of Managerialism. Polity Press in association with Blackwell Publishers Ltd

Perez Ocar. (2013) What are Critical Management Studies? What’s their use? dubitare, Lihat: http://www.dubitare.es/en/2013/04/what-are-critical-management-studies-whats-their-use/

Riaz Safa, Townsend Keith, Woods Pete. Understanding HRM philosophy for HPWS and employees’ perceptions. Personnel Review Emerald Publishing Limited 0048-3486

Shani N, Divyapriya P, Logeshwari K. (2011). Human Resource Philosophy. International Journal of Management (IJM).

Thayf Hendragunawan, Syamsuddin M, Supartiningsih. (2021). Critical Management Studies: Introducing A New Perspective. International Journal of Creative Business and Management.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *